Cinta

foto : stylonica
foto : stylonica

Satu hari saya berjanji bertemu dengan Jiun (bukan nama sebenarnya… hallah). Saya berjanji akan menemuinya ketika lepas jam kantor. Lalu kami-pun berjanji bertemu di sebuat warung es teler yang ada di pojokan sebuah Mall. Saya tahu ini tidak akan berjalan dengan baik, maksudnya, Jiun pasti ngaret!. Ternyata betul, Jiun emang ngaret, untung saja saya sempat membeli sebuah komik untuk menemani jam-jam penantian saya saat menunggu kedatangan Jiun -..-.

Setelah hampir dua jam menunggu dan berkali-kali membalas senyuman abang pramusaji yang hampir 3 kali membersihkan meja di samping saya, akhirnya Jiun datang juga. Kedatangan Jiun membuat saya penuh sukacita, betapa tidak, kegiatan saya mengaduk-ngaduk segelas es kelapa selama dua jam terakhir, akan segera berakhir.

“Ada apa Jiun?”.
“Anuh, tunggu sebentar nah kak, mauka juga beli minum”. Jawabnya sambil meletakkan barang bawannya di kursi yang ada di depan saya.
“Ada apa Jiun?”. Tanya saya lagi setelah dia berhasil membawa segelas es kelapa yang mirip dengan yang saya aduk-aduk sejak tadi.
“Kak, galauka… “.
“Jadi, satunggu ko ini hampir dua jam cuman karena ko galau?”.
Tiba-tiba Jiun menangis, menangis keras tanpa suara.
“Haduh Jiun, jan nangis dong, main-mainja… “. Saya panik sambil mebongkar tas mencari tissue.
“Kak, saya menghabiskan banyak waktu bertahun-tahun dan energi untuk melupakan orang, trus orang itu tiba-tiba datang menghancurkan semua perjuanganku selama ini”.
“Haahh?!! Gagal move on? Terus mana orangnya sekarang?”
“Sudah pergi… dan takkan kembali…”
“Mati?”. Duh!, saya ini kenapa sih, ngomongnya gak pernah bener :(.
Jiun hanya menjawab dengan gelengan pelan dan kembali berlinangan air mata.

Sabar yah Jiun, terkadang tidak semua yang kita inginkan bisa kita dapatkan. Saya hanya bisa memberikannya tissue dan memeluknya saat itu. Lalu membiarkan Jiun menceritakan segalanya setelah tangisnya reda.

Jiun tidak tahu, kalau mungkin saja saya juga terjebak dalam kejenuhan yang hampir sama. Terkadang kita memang memiliki perasaan yang amat besar. Bahkan perasaan yang kebesaran itu dapat membuat segalanya terlihat menjadi mungkin. Sayangnya hidup ini bukan hanya diisi oleh perasaan saja, tapi juga perlu ada komitmen (yaaa… curcoool XD). Ayooo , luruskan niat!.

Bisa saja kita berjuang hebat untuk mendapatkan sesuatu karena rasa yang terlampau besar, lalu berjuang hebat untuk melepasnya, namun terkadang tak kalah pentingnya untuk berjuang hebat mengikhlaskannya. Saya sih terus terang tidak mau menderita seperti Jiun. Melihatnya menangis demikian hebat saja mebuat saya tak mampu berbuat apa-apa. Apalagi turut mencicipi perasaan Jiun. Jahat yah !? Maaf dear Jiuun… :(.

Tapi Jiun, kamu perlu tahu, saya-pun tengah berjuang saat ini. Dan semua orang-pun berjuang dengan dinamika kehidupannya masing-masing bukan?. Kamu harus tahu Jiun, kepada ALLAH Jalla Jalaluhu-lah seharusnya satu-satunya tempat kita berharap dan menggantungkan segalanya. Jiun harus tahu, dengan mendoakan orang-orang yang menyakitimu dan bersabar atasnya, kamu akan mendapatkan suka cita yang tidak akan pernah ada habisnya. Jiun sabar yah, kita sama-sama berjuang sekarang!.

Itulah cinta, deritanya tiada akhir. Walaupun sungguh, cinta sebenarnya adalah perkara yang agung lagi mulia. Serta memiliki kedudukan tersendiri dan sangat istimewa di dalam setiap diri manusia.

Cinta yang mulia itu adalah Al Mahabbah, perasaan kasih sayang (ketuhanan) terhadap Allah Jalla Jalaluhu. Lalu apakah ada jenis cinta lainnya?, tentu saja ada, seperti Al Asyauqu (kerinduan), Al Hawa (cinta dengan nafsu), As-Sadam (cinta yang berakhir dalam kemudhoratan) dan Al Khilabah (cinta yang menyakitkan). Sebaiknya, sekali lagi, perlu diikhlaskan XD.

Ohya, suatu saat, jika kita berjanji untuk bertemu lagi, saya dan Jiun sudah harus siap tertawa bersama. Menertawakan segala ketololan dalam hidup ini dan mengaduk-ngaduk dengan bahagia dua gelas es kelapa selama dua jam. Oke Jiun ?!. :*

Ko : kamu

Main-mainja ; ‘ja’ adalah imbuhan dalam logat Makassar, disini ‘ja’ menunjukkan arti : saya / Main-mainja : saya bercanda