Berdamai Dengan Covid-19?!

Brak! Brak!

“Rahmat… Rahmaat! Raahmaaattt!”. Saya langsung bangun dari tidur mendengar mertua datang pagi-pagi buta dan mendapati beliau menggedor-gedor salah satu pintu kamar kami dengan frustasi; duduk di teras, masuk ke dalam rumah, menangis, mengelap air mata dengan jilbabnya lalu kembali menggedor-gedor pintu dan begitu hingga tiga sampai empat kali. Masalahnya, setelah berkali pintu digedor sedemikian hebohnya, Rahmat no respon! Semakin paniklah beliau. Kami yang melihatpun ikutan panik karena pintu yang terkunci dari dalam itu berusaha dibukanya dengan paksa.

Kerusuhan pagi itu bermula saat malam sebelumnya kak Rahmat terbatuk-batuk cukup keras, dia yang isolasi mandiri sepekan ini membuat kami serumah khawatir. Besoknya, kejadian di atas terjadi. Ternyata itu karena kekhawatiran ayah saya yang berlebih; Kenapa tidak ke dokter? Rumah sakit? Apa sudah dikasih obat apa belum? Harus bikin sarapan bubur biar makan, minumkan wedang kunyit, sediakan air panas buat hirup kayu putih dan kenapa kami tenang-tenang saja? Sementara kak Rahmat sudah jelas dinyatakan positif terpapar SarCov2, COVID-19. Makanya dia berinisiatif mengabari besannya dan ternyata jauh lebih besar kekhawatirannya.

Sementara itu, kak Rahmat hanya tertidur pulas karena pengaruh obat dengan bantal yang menutup kepalanya. Hedeuuhh… 

….

Setahun ini kita memang harus bersabar lebih banyak, ujian lagi numpuk-numpuknya! Kabar duka untuk negeri, bencana di mana-mana, kecelakaan pesawat, apalagi kabar masuknya COVID-19 ke Indonesia sejak Maret tahun lalu terus saja menambah panjang daftar korban jiwa. Namun di tengah ujian itu tetaplah kenakan maskermu jangan seperti kasus viralnya oknum penggiat Lembaga Swadaya Masyarakat yang ngamuk, ngotot mau masuk ke salah satu kantor BUMN di Kota Makassar tanpa masker, lalu berakhir dengan pemintaan maaf sebab marahnya itu terjadi lantaran dia lapar. Hidup kadang memang selucu itu kalau kita lapar.

Tapi Pliss deh, kurangilah ujian bersama ini dengan tetap bermasker yang benar. Walau jabatanmu setinggi bintang di langit atau walaupun kamu tidak percaya semua ini nyata, anggap saja dengan memakai masker kamu memang memiliki jiwa sosial yang sangat tinggi, bijaksana dan terhormat. Karena kasus positif COVID-19 sudah bukan hitungan jari lagi, bahkan berita orang-orang terdekat yang terpapar begitu cepat sampai  ke telinga dan percaya gak percaya kalau sudah takdir, rumah kitapun disambanginya!.

Ini PR bersama, sebab bukan hanya kita saja yang sudah berbuat banyak untuk tetap menjalankan protokol kesehatan, pemerintahpun telah berusaha melakukan usaha terbaik untuk menghentikannya. Melalui Kementerian Kesehatan berbagai strategi sudah dijalankan dalam mengatasi penuhnya rumah sakit akibat lonjakan pasien positif hingga keluarlah aturan; Memerintahkan rumah sakit untuk menambah ruangan: dari alokasi 20% untuk pasien COVID-19, menjadi 30 – 40%; Melakukan relaksasi aturan untuk percepatan penambahan jumlah tenaga kesehatan; Mewajibkan rumah sakit pemerintah untuk memiliki anggaran obat pasien COVID-19; Menginstruksikan seluruh pemerintah daerah untuk menambah kapasitas tempat isolasi; Tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan, 3M.

Dari laman akun sosial media Kementrian Kesehatan RI ini sendiri yang mana merupakan kanal resmi berbagi informasi kesehatan, pertanggal 20 Januari 2020 pukul 12.00 WIB kemarin, jumlah kasus terkonfirmasi positif COVID-19 di Indonesia telah mencapai 939.948 jiwa. Angka besar itu ditunjukan dalam infografis yang tersorot dengan warna merah. Percayalah, kamu gak akan mau menjadi bagian dari sorotan merah itu.

Masih Tidak Percaya COVID-19 Nyata?

Cepat-cepat saya mengambil ponsel, memicingkan mata menangkap kata,’ Atta’ (ayah) pada layar 6,22 inci yang terus bergetar. Saat itu pukul 2.28 dini hari dan saya baru saja bisa tidur setengah jam yang lalu. Ini panggilan masuk ke-3 dalam dua jam terakhir dan berhasil membuat kepala saya semakin pening. Dipanggilan kali ini yang tersisa hanya helaan nafas beratnya, pendek dan cepat 3 detik pertama hingga membuat nafas saya ikut terjeda “Nak, tolong doakan Atta…” Juga kalimat yang membuat saya ingin ikut memakai masker oksigennya. “Iyye…” jawab saya singkat menandakan paham benar apa yang tengah terjadi padanya disusul bunyi sambungan terputus dari seberang sana.

Detik itu juga pandangan saya tiba-tiba menggelap, rasanya darah tidak sempat mengalir ke seluruh tubuh selain bolak-balik di jantung saja karena detaknya yang begitu cepat. Yang ada dipikiran saya adalah sambungan telepon berikutnya kabar bahwa ayah saya sudah ada di Macanda -perkuburan khusus Covid di Makassar-

Refleks saya mengusap dada berusaha menghela senormal mungkin, ‘Tenang… tenang… ajal tidak akan maju atau mundur sedetikpun, semua sudah diatur’ berusaha menguatkan diri dan menutup wajah rapat-rapat dengan kedua telapak tangan yang dingin-bergetar sementara air mata mulai mengalir.

Ayah saya masuk ICU dengan gejala yang berat saat suami saya masih menjalani isolasi mandiri hari ke 13 dan hasil swab terakhirnya masih positif. Anak-anak diungsikan ke rumah mertua, sedang saya?! Diem-diem bae’ mulai demam dan penciuman berkurang! Dalam sekejab rumah kami menjadi hening, tidak ada ruang keluarga yang hangat dan riuh, semuanya membisu bersama doa masing-masing yang dalam, ditemani bau alkohol menguar dari hand sanitizer dan disinfektan.

Klaster Keluarga Sangat Berbahaya!

Inilah saat saya merasa benar-benar sendiri, memilih meringkuk dalam berlapis-lapis bedcover sementara monitor suhu penyejuk ruangan menunjukan angka 180 C. Berbagai cara sudah saya lakukan untuk mengalihkan perhatian menghibur diri, bahkan membiarkan serial ‘The Crown’ pada layanan streaming televisi pra bayar terus terputar bersama diffuser yang tidak pernah berhenti mengebulkan uap beraroma Eucalyptus. Mood benar-benar kacau! Ditambah setelah membaca pesan singkat dari mertua ‘Adek Faizar agak rewel, nak…!’. Oke, saya mengaku, saya benar-benar stres dan hanya mampu memejamkan mata sambil tersenyum sinis, tidak lagi menangis. Bayi dengan gigi besar dan jarang itu pasti sedang tidak baik-baik saja. Beginikah berdamai dengan COVID-19?

Percayalah pandemi ini nyata dan masih berlangsung, transmisi COVID-19 telah masuk ke satuan unit terkecil dalam masyarakat. Itu artinya, segala kebijakan, protokol dan sistem monitoring yang diterapkan oleh pemerintah, tempat umum juga perusahaan tidak lagi dapat menahannya ke lingkungan keluarga, bebs!. Apalagi dalam lingkup dan kultur sosial kita yang hobi nenamu, nongkrong bareng, nonton bareng, makan bareng, semua bareng-bareng deh pokoknya hingga transmisi satu keluarga ke keluarga lainnya memang akan mempercepat penularan virus ini semakin masif. Tentu saja diperburuk jika kamu yang bergejala masih ngeyel ‘Sakit saya mah flu biasa! COVID cuman ada di Wakanda!’ lalu enggan melakukan tes swab atau terbayang-banyang dengan stigma ‘Takut dikucilkan oleh masyarakat’, eh malah akhirnya jadi Spreader –penyebar tanpa disadari- baru deh kamu rasain gimana rasanya diisolasi. Selamat datang di Waakandaa…!.

Upaya Pemerintah Dalam Mencegah Penularan COVID-19

Hingga akhirnya angin segar mulai berhembus dengan ditemukannya Vaksin COVID-19 yang terus dikembangkan agar aman digunakan sebagai salah satu pencegah penyebaran COVID-19. Begitupun Indonesia telah melaksanakan vaksin pertamanya untuk COVID-19 ini pada tanggal 13 Januari 2021 kemarin. Pemberian vaksin dilakukan secara bertahap dimana pemerintah menargetkan total populasi yang divaksinasi sebesar 181,5 juta jiwa agar dapat mencapai herd immunity (kekebalan kelompok).

Juga mengedukasi siapa saja yang bisa diberikan Vaksin Covid-19 dan yang sementara tidak bisa diberikan vaksin, kepada orang-orang dengan kriteria berikut:

  • Menderita penyakit autoimun.
  • Menderita Sindroma Hiper lgE
  • Menderita penyakit kanker, kelainan darah, defesiensi imun, imunokompromais dan penerima produk darah/ transfusi darah.
  • Menderita penyakit jantung (gagal jantung/ jantung koroner).
  • Menderita Epilepsy atau penyakit gangguan saraf lainnya.
  • Berusia di bawah 18 tahun atau di atas 59 tahun.*
  • Menderita penyakit ginjal.
  • Wanita hamil dan menyusui.*
  • Tekanan darah di atas 140/90.
  • Menderita HIV.
  • Memiliki riwayat konfirmasi terpapar virus COVID-19.
  • Menderita diabetes militus  (DM)*.
  • Menderita penyakit saluran pencernaan kronis.
  • Memiliki penyakit paru *(Asma, PPOK, TBC)

Adapun Vaksin COVID-19 membutuhkan dua kali proses penyuntikan dan butuh waktu satu bulan untuk menciptakan kekebalan yang efektif bagi tubuh. Suntikan pertama ditujukan memicu respon kekebalan awal. Nah, suntikan kedua untuk menguatkan respon imun yang terbentuk. Ohya, perlu diingat ya! Adanya program vaksinasi yang tengah berjalan ini tidak lantas membuat kita lengah menjalankan protokol kesehatan.

Hari ini 20 Februari 2021 tepat sebulan setelah ayah saya terkonfirmasi positif, jumlah kasus terkonfirmasi positif di Indonesia ada di angka 1.271.353 jiwa, sembuh 1.078.840 jiwa dan meninggal 34.316 jiwa. Pengalaman berharga dalam pandemi ini, mengajarkan tetaplah jaga diri dan jaga keluarga kita dengan disiplin protokol kesehatan; mengenakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak dan jangan lupa berdoa sebab semua yang terjadi sudah diatur oleh pemegang hidup ini. Terima kasih atas semua doa yang telah melangit untuk kami, kamipun berdoa untuk teman-teman yang sedang berjuang untuk sembuh agar ruang-ruang keluarga kembali hangat. Kita sudah berjuang melalui hari-hari yang tak mudah, mari melukis senja. Semoga Allah menjaga kita, InsyaaAllah pandemi ini segera berlalu…

Tulisan ini diikutkan dalam #TantanganBlogAM2021

One thought on “Berdamai Dengan Covid-19?!”

  1. Amin.
    Masa pandemi ini akan menjadi kenangan yang tak terlupakan.
    Eh, bukan hanya kenangan melainkan sejarah yang tercatat di dunia.
    Sehat-sehatki sekeluarga.

Comments are closed.