Adek akhirnya meninggalkan mbak Yati sambil membawa mangkuk penuh berisi tahu yang baru di beli dari Pak Gito, wajahnya tertekuk dan bibirnya manyun. Tampak dia berusaha menjaga agar tumpukan tahu itu tidak jatuh ke lantai walau dengan langkah pelan namun penuh hentakan kesal.
Pagi tadi memang terjadi perdebatan kecil antara keduanya karena Adek ngotot mau mengambil dua kantong ‘krupuk putih’ namun tidak diperbolehkan. “Ndak apa-apa itu mbak, wiss, ambil ajah dulu, mbesok mbaru mbayarr…” kata abang penjual tahu langganan kami itu dengan logat Jawanya yang medok, menawarkan solusi karena mbak Yati berkilah duitnya gak cukup untuk membeli kerupuk kepada Adek. Saya yang menyaksikan kejadian itu sempat melirik sedikit ke arah mereka lalu pura-pura tidak menyadari apapun yang terjadi di sana sambil meneruskan menyemprot-nyemprot tanaman dan tetap berusaha menyimak percakapan mereka.
Ya, Mbak Yati paham benar kalau saya tidak mengijinkan anak-anak jajan sembarang apalagi kerupuk yang tidak di goreng di rumah. ‘Mau makan kerupuk? Gorengnya harus di rumah atau tidak sama sekali!’ itu yang saya katakan sejak terakhir kali mendapati mereka ngemil kerupuk tempe hasil jajan di warung dekat rumah dan berakhir dengan Adek yang tidak boleh menonton televisi selama 3 hari karena melanggar. Continue reading “Camilan Sehat Untuk Anak”