Saya tahu sekarang siapa itu Maman Suherman. Dia bukan saja laki-laki botak yang dulunya juga punya rambut, pelaku belakang layar beberapa program televisi, notulen Indonesia Lawak Klub yang tampil disetiap akhir acara, seorang penulis dengan beberapa bukunya yang wajib (saya) baca, wartawan berhati lembut (ciiyeee…), atau seorang ayah yang begitu ingin mendandani putrinya dengan hijab warna-warni penuh bunga. Tapi dia juga seorang anak dari ibu yang luar biasa.
…
“Jangan menilai buku dari sampulnya”. Sekali lagi pernyataan itu saya dengar saat Maman Suherman tengah mengisi obrolan santai kemarin malam (16/03/15) di sebuah kedai pojok kota ini, Makassar. Pernyataan ini sedikit banyak membuat saya risih. Dimana-mana setiap orang secara gak sengaja ataupun sengaja, selalu menggunakan pernyataan tersebut untuk membuktikan kwalitas sebuah produk yang jauh lebih bernilai dari kemasannya. Namun terkadang, pernyataan ini beralih fungsi menjadi perumpamaan. Misalnya ketika menggambarkan orang jelek yang ternyata punya satu kunci-kunci dunia talenta dan cerita menarik #Eh. Continue reading “Jangan Menilai Buku Dari Sampulnya; Maman Suherman”