Saya Dan Lima Hal Yang Menarik Dari Makassar

Walau tidak lahir dan menghabiskan seluruh waktu di Makassar, tapi jika kelak harus pergi nanti, inginnya Makassar adalah tempat saya melihat segalanya untuk terakhir kali. Ada banyak hal yang membuat saya mencintai kota ini walau-pun dari hari ke hari semakin semraut saja;

Hampir setiap ruas jalan akan tergenang air jika hujan turun hingga untuk sampai ke suatu tempat memakan waktu lebih lama; antrian kendaraan dalam satu jalur kadang berjarak 2 meter saja, mau tidak mau kaki mesti terlatih untuk terus menginjak pedal rem; Ada banyak bangunan berdiri menutup langit padahal di sebelahnya ada rumah penduduk dengan dinding yang saling menempel dan anak-anak berlarian tak tentu arah; Ada perluasan lahan berjudul revitalisasi yang menyudutkan matahari hingga benar-benar tak lagi nampak laut menelannya perlahan hingga menyisakan warna jingga di langit senja.

Tak sampai di situ,  pesisir yang dulunya berair kini bertanah coklat dengan sisa pijakan ban selebar rentangan tangan dimana-mana. Lalu tiba-tiba, tanah coklat itu memiliki sertifikat hak milik yang diberitakan papan-papan kayu bercat putih dengan huruf kapital besar berwarna hitam bertuliskan nama pemiliknya. Terus itu semua salah siapa? Salahkan saja rumput yang bergoyang.

Continue reading “Saya Dan Lima Hal Yang Menarik Dari Makassar”

Sejarah, Kota Makassar dan Pecinaan

2011 lalu saya termasuk yang paling semangat menyisipkan tagar “Save Somba Opu” pada kicauan di twitter sebagai wujud protes kepada pemerintah provinsi karena dikeluarkannya ijin membangun pusat rekreasi di kawasan Benteng Somba Opu hingga nyaris menyenggol dinding Benteng Somba Opu. What a beautiful life! Se-receh-recehnya saya, se-jelata-jelatanya saya, saya masih punya cinta yang begitu besar, harga diri untuk menghargai situs-situs sejarah dibanding mereka yang memiliki amanah lebih besar untuk hal-hal demikian. Sama ketika santer kabar bahwa disinyalir pemerintah kabupaten Gowa berusaha mengobrak-abrik harta karun milik kerajaan Gowa, membobol brangkas penyimpanan benda pusakanya untuk meluluskan pelantikan bupatinya yang ingin jadi raja. Lucu? Gak lucu! Gak mungkin coppeng bisa berubah jadi anggur walau diletakkan pada piring emas sekali-pun. Percayalah harga tidak akan pernah mengkhinati kualitas dan kualitas tidak akan membohongi rasa. *hallah! –kecuali kamu ditipu-.

***

Wangi kental hio –dupa khas Cina- tercium begitu saya membuka jendela mobil, pekat hingga membuat keryitan pada alis. Dua hari ini, 13 hingga 14 April 2018 saya memang menghabiskan waktu begitu banyak di sebuah hotel yang terletak di jalan Sumba, jalan yang sebelahan dengan jalan Irian, sebuah jalan yang menjadi batas kota Makassar pada akhir abad ke-18, tepatnya Makassar bagian barat saat ini, Hotel Dynasti Makassar.

Continue reading “Sejarah, Kota Makassar dan Pecinaan”

Pergilah ke Pasar, Unga!

pic : braddasista
pic : braddasista

Kamu tahu tidak Unga?, sebagian besar penghasilan masyarakat ada di Pasar Tradisional!
Hari itu kamu menghabiskan uangmu satu juta delapan ratus ribu rupiah untuk belanja bulanan di sebuah pasar modern. Pasar yang dengan angkuhnya akan merampas hidup orang-orang yang berjibaku dalam kehidupan pasar tradisional, tempat mereka menggantungkan hidupnya.
Pasar yang akan mematikan salah satu sendi perekonomian sebuah kota. Pasar yang akan menggerus memori indah tentang kehidupan yang semestinya. Ya!, walaupun memang benar hidup ini harus berubah.

Saya akui, saya adalah bagian kecil dari kesombongan itu. Saya juga sadar secara tidak langsung berperan mematikan pertumbuhan ekonomi pasar tradisional. Bagaimana tidak, saya memang akan selalu memilih belanja di pasar modern. Walaupun hanya untuk membeli garam dan sekatung bawang putih. Pilihan sejuk, nyaman, terang dan bersihlah yang membuat saya menghadapi kenyataan ini. Mau bilang apa? Itu kenyataan!. Mau lari dari kenyataan…? Sudah gak jaman!.
Hal ini saya lakukan terus menerus sejak saya menjadi emak-emak dan terjun langsung dalam kerasnya hidup ini.
Continue reading “Pergilah ke Pasar, Unga!”

Tabaria, Selatan Makassar

googlemaps
dalam garis merah – daerah tabaria berdasarkan perkiraan (saya)

Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu pertama – Sekitar rumahmu.

Tabaria, adalah daerah yang tidak pernah terpikirkan oleh saya saat masih duduk di bangku sekolah sampe jaman kuliahan, pertengahan jaman ngantor sekalipun. Ketika orang menyebutkan daerah itu, yang ada di benak saya adalah sebuah perkampungan barbar yang penuh dengan penjahat =D.

Namun keadaan memang tidak bisa diprediksi.
Sebuah rumah mungil yang indah tengah disediakan ALLAH untuk saya melalui seorang lelaki bugis yang meminang saya di bulan Maret dan menikahi saya dibulan Juni 2009. Awesome !!
Maka dimulailah hari-hari saya sebagai ibu-ibu kompleks perumahan di bagian selatan kota Makassar.

Ada banyak akses jalan ke perumahan Tabaria. Ada dua opsi yang saya tawarkan untuk anda. Pertama, anda bisa melalui jalan Daeng Tata Raya, lalu menyusur jalan Daeng tata 1. Melalui akses jalan ini, besar kemungkinan anda mudah mencapai perumahan tersebut. Sama halnya jika melalui jalan Sultan Alauddin, kemudian menyusur jalan Manuruki maka akan banyak jalanan rusak yang anda temui dan kemungkinannya besar anda akan nyasar dengan melewati jalan tersebut :D. Jadi saran saya, bawa sertalah teman atau kerabat yang paham betul situasi daerah Tabaria bila anda mengambil opsi kedua. Atau tentu saja anda bisa menggunakan GPS ( Gunakan Penduduk sekitar ) :D.

Continue reading “Tabaria, Selatan Makassar”

Sepotong Senja

n569498733_1646766_2981430

Yeeeiy… ^^

Tadinya gak ada niatan sama sekali mau pelesir ( saelah pelesir hi2 ) ke pantai losari. Sore itu cuman niatan mau ke tukang jait. Qadarullah mbak yg ngejaitnya gak nerima orderan tapi malah ngasih undangan walimah hehehehe ^^ alhamdulillah… barokallah ya mbak… ( ngasih-nya ke hikmah )
Akhirnya iseng mau maen ke pantai losari, lama gak kesana…. Pen sedikit refresh huheheheh….
Continue reading “Sepotong Senja”