Sejauh ini hubungan saya dan Zahra baik-baik saja, kami selalu menghabiskan waktu bersama ketika sedang di rumah, membicarakan banyak hal dan melakukan aktivitas saat libur atau ketika saya sedang tidak ada kerjaan. Memang dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan dia, saya selalu menerapkan 3 kata ajaib; tolong, maaf dan terima kasih. Walaupun tidak semudah membalikan telapak tangan untuk membiasakan kata-kata tersebut terucap karena harus dilakukan berulang-ulang dan dibenahi sejak awal, namun hasilnya dapat saya nikmati sekarang. Ya, Zahra adalah anak sulung saya, sekarang dia berumur 7 tahun dan duduk di kelas 2 Sekolah Dasar, Zahra termasuk anak yang sangat kooperatif jika berinteraksi dengan orang-orang, juga ketika saya menanyakan apa saja yang terjadi padanya di hari itu. Hal ini saya lalukan untuk membangun komunikasi dengan dia agar saya dapat menjadi temannya dan mendapatkan kepercayaan serta bisa mendengar cerita-cerita menariknya sebelum kami tidur. Jujur ini tidak mudah, perlu semangat dan istiqomah di dalamnya, begitupun dengan adiknya Faiza.
Lalu sore itu sepulang beraktivitas saya tidak menemukan Zahra menyambut saya dengan teriakan girang dan pelukannya seperti biasa. Saya hanya menemukan Faiza yang langsung menghabur ke pelukan saya, rasa lelah hilang seketika. Namun saat saya menanyakan keberadaan Zahra pada Faiza, anak itu hanya menjawab se-kena-nya “Kakak ada di suatu tempat, tapi momi harus lihat dulu ini…” kata Faiza sambil menarik tangan saya ke kamar. Pikir saya mereka sedang menyiapkan surprise buat saya, kebiasaan mereka seperti itu, senang memberi kejutan dengan gambar-gambar yang mereka buat, atau batu-batu aneh yang mereka kumpulkan dari jalan, atau belalang yang mereka tangkap di kebun tetangga, apa saja sering kali mereka jadikan sebagai kejutan dan tak jarang saya memang akan benar-benar terkejut dibuatnya. Continue reading “Ketika Zahra Meminta Maaf Lewat Surat”